Full width home advertisement

Post Page Advertisement [Top]

"Silamo datang lako Samawa" dalam bahasa Sumbawa berarti "Mari merilah datang ke Sumbawa"
Sebelum saya menceritakan tentang pengalaman saya menelusuri Pulau Sumbawa ini, saya akan mengulas terlebih dahulu perjalanan selama beberapa bulan ini di sekitara pulau-pulau di Nusa Tenggara Timur, mulai dari Kota Kupang - Pulau Semau - Pulau Alor - Pulau Pantar - Pulau Lembata - daratan Flores - Pulau Sumba - daratan Flores lagi - kemudian Labuan Bajo. Nah dari sinilah saya mendapat 'wejangan' untuk mengunjungi Pulau Sumbawa yang masih satu provinsi dengan Nusa Tenggara Barat ini (sungguh tidak ada dalam benak saya perjalanan ini akan berubah arah ke barat tapi ya inilah perjalanan yang tanpa tujuan akhir tanpa batasan waktu, melangkah sejauh kaki melangkah). Nah 'wejangan' ini datang ketika sedang stalking hashtag #freediverindonesia di instagram (mumpung ada wifi gratis numpang di manumadi.com cabang Labuan Bajo, maklum gak ada paket data internet di telepon saya jadi cuman bisa online pas ada wifi gratisan aja), kembali ke topik 'wejangan' dari instagram terlihat foto @ers_ega yang sedang melakukan freediving di salah satu spot wall Tanjung Munangis yang penuh dengan terumbu karang serta visibilitas air yang jernih membuat saya penasaran dengan underwater Pulau Sumbawa yang belum terjamah oleh wisatawan.
Penampakan foto Ega di instagram
Perjuangan dari Labuhan Bajo menuju Kota Sumbawa

Singkat cerita karena sudah terpincut untuk melihat Sumbawa lebih dekat saya langsung mencari info jadwal kapal ferry menuju Pelabuhan Sape tetapi karena cuaca sedang buruk pengaruh angin barat jadi saya harus menunggu untuk waktu yang tidak pasti. Beruntung saya menumpang di rumah Pak Mad yang biasa membawa tamu untuk menjelajah Taman Nasional Komodo. Karena rumahnya berada di puncak Waringin jadi bisa melihat pelabuhan Labuan Bajo secara keseluruhan dan dari sini bisa melihat kapan kapal ferry beroperasi. Setelah menunggu kurang lebih 6 hari akhirnya kapal ferry kelihatan gerak geriknya mempersiapkan diri untuk berlayar. Langsung berkemas dan pamit dulu sama Pak Mad yang sedang mempoles kapal barunya. Jam 12 siang tepat kapal meninggalkan pelabuhan Labuan Bajo, selamat tinggal daratan Flores yang serba komersil. Selamat datang di pelabuhan Sape tepat jam 7:30 malam, langsung naik ke bus kecil menuju Bima untuk mengejar bus malam menuju Sumbawa Besar, ternyata bus berangkat jam 8 malam jadi disarankan oleh Ega untuk menginap saja dikosan teman dia Iqo di Kota Bima. Keesokan harinya langsung beranjak ke Kota Sumbawa Besar dengan bus kecil yang ternyata perjalanannya lebih dari 6 jam. Sampai di Terminal Sumir Payung di jemput oleh Ega dan Yudhis menuju Pendopo mereka dimana om Tekno Bolang 
@lostpacker juga pernah menumpang disini.

Beruntung kali ini mereka sedang melakukan proyek kecil merekam indahnya alam Sumbawa untuk di tampilkan pada ulang tahun Sumbawa ke 56 pada 22 Januari ini. Jadi saya mengikuti jadwal mereka menelusuri pulau-pulau eksotis yang terasingkan dari para wisatawan, maklum masih banyak wisatawan bahkan orang asli Sumbawa yang tidak menyadari indahnya alam Sumbawa dan kekayaan akan potensi wisata di Sumbawa sendiri.

Budaya Unik Kebo Nange dan Barapan Kebo

Seperti yang terlewatkan oleh saya beberapa hari sebelumnya Ega dan teman-teman merekam atraksi Kebo Nange (kerbau berenang) di Dusun Ai Paya, Desa Labu Jambu, kecamatan Tarano dimana para petani memindahkan kerbau-kerbau mereka menuju Gili Rakit agar tidak mengganggu musim tanam di lahan sawan dan setelah musim panen sekitar bulan April dan Mei kerbau-kerbau ini dipindahkan kembali ke Dusun Ai Paya, dan juga tujuan dipindahkannya kerbau-kerbau ini juga kerena terdapat pekan ternak dan juga ladang luas sehingga kerbau-kerbau ini mendapat makanan yang cukup. Uniknya adalah cara memindahkan kerbau ini bukan dengan mengangkut kerbau-kerbau ini kedalam kapal tetapi kerbau-kerbau ini 'berimigrasi' dengan cara berenang. Belum pernah kan melihat kerbau-kerbau berenang di lautan dan menyeberangi pulau secara beramai-ramai? Caranya sangat gampang tutur salah seorang petani yang sudah menjadi rutinitasnya setiap tahun memindahkan kerbau-kerbau ini, dimana sang pemimpin kerbau (kerbau yang paling besar) di ikat dengan tali ke perahu agar mengikuti arah perahu ini pergi dan segerombolan kerbau lain akan berenang mengikut pemimpin mereka tanpa harus diikatkan ke perahu lagi; sedangkan untuk kuda-kuda yang tidak bisa berenang harus diikat seluruh badan disamping perahu. Jakar tempuh menuju Gili Rakit ini sekitar 3 km yang mamakan waktu tempuh sekitar 40 menit. Tradisi yang sudah berlangsung sekitar 65 tahun lalu itu, pertama kali di lakukan oleh Daeng Tanjing, salah seorang petani ternak di wilayah setempat yang menggiring 12 ekor kerbau milikinya menyeberangi lautan menuju Gili Rakit karena pakan ternak di lahan pertanian mulai berkurang.
Kerbau-kerbau siap menyeberangi pulau

GoPro di pasang di kepala kerbau
Selain budaya Kebo Nange mereka juga merekam aksi Barapan Kebo (karapan kerbau) yang dilakukan di Dusun Pamulung, Desa Karang Dima, Kecamatan Labuhan Badas. Barapan Kebo ini dilakukan sebelum memasuki musim tanam, dimana kerbau-kerbau tersebut beradu kecepatan di lintasan berupa beberapa petak sawah yang belum di tanami. Selain beradu kecepatan, kerbau-kerbau ini juga harus bisa mengenai SAKA (tiang yang sudah di beri mantra oleh dukun) pastinya kerbau-kerbau ini di pandu oleh joki. (cerita Kebo Nange dan Barapan Kebo oleh Iyudhistira Kusumawardhana @kusuma_wardhana)

SAKA yang menjadi target kerbau-kerbau
Joki yang sedang berusaha keras mengubah haluan kerbau
Masyarakat sangat antusias dalam kegiatan Barapan Kebo
Batu berwajah 'Orc' di Pulau Lipan

Dan hari pertama perjalanan saya bersama Ega dan teman-teman yaitu menuju Pulau Lipan yang terletak di Teluk Santong, Kecamatan Plampang dengan jarak tempuh sekitar 1 setengah jam dari Kota Sumbawa. Terlebih dahulu kami harus meminta ijin ke Kepala Desa Teluk Santong di dusun Labu Jontal yang juga ikut serta mengantar kami mengunjungi Pulau Lipan. Waktu tempuh menuju Pulau Lipan sekitar 15 menit, dari kejauhan sudah terlihat jelas pulau Lipan yang tampak dari belakang hanya pulau berbatu karang yang ditumbuhi rerumputan dan pohon-pohon tropis, tidak terlihat adanya pantai. Setelah melewati pulau ini barulah terlihat sepetak pantai yang di apit oleh bebatuan karang besar membuat panorama pantai di pulau Lipan menjadi begitu mempesona. Karena tidak ada dermaga kapal langsung menepi di pantai yang landai di bagian depan. Pasukan siap untuk merekam keindahan pulau yang masih tersembunyi dari para wisatawan. Ega langsung sibuk dengan aerial shoot menggunakan DJI Phantom, yang lain mengabadikan foto dan melalukan trekking ke atas bukit pulau. Di atas bukit pulau Lipan berstruktur dataran lapang yang ditumbuhi rerumputan hijau sangat cocok untuk berkemah. Pemandangan paling unik dari pulau ini adalah terdapat batu karang besar yang berbentuk wajah 'Orc' terbaring di pesisir pantai beserta dengan batu-batu karang besar lainnya yang mengapit pasir pantai. Tidak lupa juga kami memeriksa isi bawah air pulau Lipan dengan snorkeling, letak terumbu karang agak jauh dari pantai mendekati palung yang dalam, lebih banyak terdapat hard corlas tidak terlalu rapat serta berpasir. Puas snorkeling kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Santigi yang tidak jauh dari pulau Lipan sekitar 10 menit, tetapi karena hujan sudah mulai turun kami hanya mampir sebentar kemudia kembali ke dusun Labu Jontal.

Foto udara Pulau Lipan - Sumbawa
Wajah 'Orc' terbaring di pesisir pantai
I choose to live by choice not by chance
Gili-gili menawan yang tersembunyi di Teluk Saleh

Hari kedua tujuan kami yaitu menjelajahi pulau-pulau yang terletak di Teluk Saleh, Kecamatan Maronge. Butuh waktu kurang lebih 1 setengah jam dari Kota Sumbawa menuju dermaga di Desa Labu Sangur. Kali kami juga ditemani Kepala Desa setempat untuk menjelajahi pulau-pulau yang terlihat jelas dari dermaga tempat kami menunggu kapal. Tujuan pertama kami adalah Gili Tapan dengan struktur pulau berbukit kecil di selimuti padang sabana luas serta pohon-pohon tropis, dan juga pantai yang panjang serta air laut yang terjebak di pantai membentuk laguna kecil.
Gili Tapan, terlihat lagun kecil yang berada di pantai
Pantai berpasir kasar di Gili Tapan
Setelah Gili Tapan kami melanjutkan perjalanan ke Gili Dempu yang ukurannya jauh lebih besar dari Gili Tapan. Struktur pasir di Gili Dempu berwarna gelap seperti pasir volkano dan juga terdapat bukit yang tinggi cocok buat yang suka melakukan trekking. Butuh waktu kurang lebih 30 menit untuk mencapai puncak bukit pulau ini, dari atas bukit ini Anda akan disuguhkan pemandangan dengan panorama pantai serta pulau-pulau yang terlihat kecil dari atas. Saya dan Yudhis lebih penasaran dengan kehidupan bawah air di pesisir pantai Gili Dempu jadi kami memilih untuk snorkeling terlebih dahulu, karena struktur pasir hitam volkano maka terdapat kehidupan hewan laut kecil seperti nudibranch, crab, shrimp dan hewan kecil lain yang sangat cocok untuk objek foto macro underwater. Selain itu juga terdapat hamparan terumbu karang beserta dengan pemandangan ikan-ikan badut yang dengan mudah dapat ditemui secara bergerombolan dalam satu wadah anemone.

Gili Dempu dengan bukit-bukit tinggi dan padang sabana serta alam bawah laut yang mempesona
Yudhis siap untuk snorkeling
Sepasang nudibrancs imut di sekitar Gili Dempu
Ada banyak nemo di Gili Dempu
Puas melihat isi bawah air kami melanjutkan trekking keatas bukit menyusul Ega dan teman-teman yang sudah naik lebih awal. Karena melakukan trekking tanpa baju dan tanpa sandal alhasil kami tidak sampai ke puncak tapi hanya sampai di pertengahan jalan saja, tapi dari tempat kami berdiri sudah cukup indah untuk menikmati pemandangan di sekitar kami, sungguh sebuah keindahan yang masih tersembunyi. Gili Dempu sangat cocok buat yang suka mengeksplor pulau karena pulau ini cukup luas dengan bukit-bukit yang elok, selain itu disalah satu sisi pantai pulau ini terdapat kegaitan budidaya kerang mutiara.
Anggap pantai pribadi
Do not take life too seriously. You will never get out of it alive anyway, make sure you have fun.
I choose to listen my inner voice not the random opinion of others.
Salah satu tebing kecil di bukit Gili Dempu
Selanjutnya tujuan kami yaitu Gili Meriam yang mirip dengan Pulau Kenawa yang terletak di Sumbawa Barat namun ini versi mininya dan tanpa ada dermaga serta bangunan-bangunan gazebo. Bukit yang tidak terlalu tinggi yang dipenuhi dengan sabana yang menghijau di kala musim hujan tiba.
Gili Meriam Kecil
Gili Meriam Besar
Gili Meriam Besar, Gili Meriam Kecil dan Gili Dempu
Karena cuaca mulai mendung kami tidak banyak menghabiskan waktu di Gili Meriam, kami langsung melanjutkan perjalanan Gili Lampe (dalam bahasa bugis berarti 'panjang') atau Gili Panjang yang menurut saya pulau ini yang paling eksotis di antara gugusan pulau di Teluk Saleh ini. Pantai yang lurus memanjang di pesisir pulau dengan pasir yang putih serta padat dan landai cocok untuk berendam dan berenang 'unyu' di tepi pantai, di sebelah kanan pulau terdapat bukit yang tidak terlalu tinggi cocok untuk melihat top view pulau ini dari atas bukit. Tepat didepan pantai ditumbuhi kelapa-kelapa yang dibawahnya dipenuhi dengan tumbuhan ilalang serta sabana membuat saya betah menghabiskan waktu berenang 'unyu' di pantai yang airnya jernih menikmati pemandangan disekitar pulau; sedangkan Ega seperti biasa kalau sudah melihat pohon kelapa pasti sudah tidak sabar untuk memanjatnya dan menjatuhkan beberapa kelapa muda untuk kami santap bersama di tepi pantai. Rasanya tidak ingin cepat beranjak dari pulau ini, tapi karena waktu sudah semakin sore jadi kami harus kembali ke daratan. Keempat gili yang kami kunjungi ini hanyalah sebagian kecil dari puluhan lebih gili di Teluk Saleh yang belum terjelajahi karena jarak tempuhnya agak jauh dari gili-gili yang kami kunjungi tadi.
Gili Lampe dalam bahasa bugis berarti Gili Panjang
Tidak banyak foto disini karena kebanyakan main-main di air serta cuaca gerimis
Gili Bedil yang kecil dan mungil

Hari ketiga kami menuju ke Kecamatan Buer yang berbatasan dengan Kabupaten Sumbawa Barat. Jarak tempuh kurang lebih 1 setengah jam dari Kota Sumbawa menuju Pulau Kaung yang ternyata terhubung dengan daratan Sumbawa oleh jalan buatan dari batu karang. Disana Rovik teman Ega sudah menunggu kami dengan kapal yang lebih besar dari kapal yang kami pakai kemarin. Tujuan kami yaitu menuju pulau-pulau yang berada di Labuhan Bajo, Kecataman Utan. Labuhan Bajo ini bukan Labuan Bajo yang di Flores ya kawan. Tujuan pertama kami Pulau Temudong tapi kami tidak mampir ke daratan pesisir pantai karena Ega hanya mau merekam video aerial dari atas kapal, setelah itu kami menuju Pulau Keramat yang tidak kalah menarik dengan Gili Lampe yang di Teluk Saleh; bedanya adalah disini sudah dibangun beberapa bangunan gazebo tempat masyarakat lokal berekreasi juga terdapat beberapa kepala keluarga yang berkebun di pulau ini serta menjaga kuburan keramat. Pulau ini dinamakan pulau Kramat karena di tengah pulau ini terdapat sebuah makam yang di keramatkan.
Pulau Temudong
Pulau Keramat
Padang rumput ilalang di Pulau Keramat kala musim hujan tiba

Rumput ilalang yang luas di tepi pantai Pulau Keramat
Selain berkeliling melihat-lihat isi pulau ini kegiatan yang tidak akan saya lewatkan yaitu sampanan atau bahasa keren sekarang canoeing tapi pakai sampai benaran. Saya langsung memuaskan diri bersampan disekitar pesisir pantai Pulau Keramat, maklum dari kecil memang hidup di pulau dan pernah punya sampan sendiri buatan Ayah saya.
"Many will call me an adventurer, and that I am...only one of different sort: one who risk his skin to prove his truths." - Che Guevara
Pulau yang terakhir kami kunjungi hari itu adalah Gili Bedil, menurut saya pribadi, pulau ini yang paling indah dari beberap pulau yang sudah saya kunjungi beberapa hari lalu. Karena pulau ini sangat kecil dan datar tanpa bukit seperti pulau-pulau khas lain yang berada di Sumbawa, pulau dikelilingi pantai berpasir putih yang halus serta gradiasa warna air hijau tosca dan biru pekat menandakan air yang dalam. Hanya butuh waktu 2 menit untuk mengelilingi pulau kecil ini. Daratan pulau ini ditumbuhi rumput sabana serta kebun kelapa. Hanya ada satu gubuk kecil tempat penjaga kebun beristirahat kala mengunjungi pulau ini. Seperti biasa kelakuan Ega kalau sudah melihat pohon kelapa sudah pasti langsung memanjatnya, alhasil kami minum kelapa muda segar yang memuaskan dahaga kami yang kering karena bermain seharian di bawah terik matahari.
Gili Bedil dan saya yang sedang sampanan tapi kecil
Gili Bedil dari atas
Gili Bedil semoga keindahan ini tetap terjaga
"To discover all the wonderful things that God has placed around us to discover. Don't settle down and sit in one place. Move around, be nomadic, make each day a new horizon.”
Christopher McCandless
Tradisi yang sudah sulit untuk dilihat di Sumbawa

Pada hari minggu kami mengunjungi Lapangan Pacuan Kuda Angin Laut untuk melihat kuda-kuda yang sedang dilatih dengan joki cilik di atas kuda. Pacuan kuda ini tidak bisa lepas dari kegiatan masyarakat Sumbawa karena terdapat banyak sekali kuda di Pulau Sumbawa ini. Tujuan melatih kuda-kuda ini adalah untuk melatih fisik dan stamina kuda agar kuda-kuda siap untuk berpacu di arena pada turnamen-turnamen tahunan di Sumbawa. Setelah puas melihat para joki cilik ini memacu kuda mereka kami melanjutkan perjalanan ke Desa Kakiang yang berada di Kecamatan Moyo Hilir untuk berbincang-bincang dengan warga setempat agar dapat membantu kami memperagakan 'Karaci' (semacam permainan rakyat yang menggunakan pentungan atau 'embar' dalam bahasa Sumbawa dan perisai dimana kedua lawan saling berpukul). Tradisi Karaci ini dulunya seperti permainan gladiator dimana para prajurit terbaik dari desa-desa di pertemukan untuk saling mengadu kekuatan, konon dahulu permainan ini sering kali berakhir dengan memakan korban. Tetapi saat ini tradisi ini hanya diperagakan pada saat acara festival saja. Karena masyarakat sekitar yang masih tidak sadar akan potensi budaya ini, sangat sulit meminta bantuan mereka untuk memperagakan kembali tradisi Karaci ini untuk kami rekam agar dapat ditampilkan dalam proyek video Ega ini, alhasil kami pulang dengan tangan kosong. Salah satu tradisi yang juga sudah sulit untuk dilihat yaitu proses tenun kain khas Sumbawa yang sudah makin hilang di telan waktu karena kurangnya apreasiasi terhadap tenun asli Sumbawa di tanah Samawa.

Joki cilik yang sedang melatih kuda di Lapangan Pacu Kuda Angin Laut
Patung Karaci, tradisi yang semakin memudar dari Sumbawa
Hari terakhir poryek Ega yaitu merekam keindahan bawah laut, kami pun dibagi menjadi 2 kelompok karena kemarin kami gagal mereka situs Sartofagus Batu Tering yang merupakan salah satu situs megalitikum peninggalan leluhur masyarakat Sumbawa yang sampai sekarang masih belum diketahui usia batu-batu peninggalan ini serta dari zaman apa dan kerajaan apa yang pernah menduduki tempat ini.
Tutup kuburan batu di situs Sarkofagus Ai Renung Batu Tering 
Kuburan batu di situs Sarkofagus Ai Renung Batu Tering
Ukiran buaya dan manusia pada Kuburan batu di situs Sarkofagus Ai Renung Batu Tering
Saya bersama Ega dan Dani pergi besama om Erwin pemilik Moyo Dive menuju dive spot Tanjung Munangis Wall, perjalanan menggunakan speedboat yang sangat menghemat waktu perjalanan kami, hanya sekitar 15 menit dari pondok Cinta menuju Tanjung Munangis. Sampai di dive spot om Erwin langsung menjelaskan dive plan di Tanjung Munangis Wall, saya memilih snorkeling saja sekalian jadi model untuk proyek video Ega. Terumbu karang yang padat sesuai dengan foto yang saya lihat di instagram Ega, sungguh tidak kecewa kali ini. Saya pun mengikuti mereka dari permukaan air sambil sesekali menyelam menemui mereka.
Menuju dive spot Tanjung Munangis Wall
Numpang selfie di Tanjung Munangis Dive Spot
Pak Erwin pemilik Moyo Dive
Lionfish dan masih banyak biota luat lainnya
Selamat Ulang Tahun Sumbawa
Sekian petualang saya bersama Ega dan kawan-kawan BujangManPacker untuk mendokumentasikan keindahan alam Sumbawa yang selama ini sudah terlewatkan oleh wisatawan. Saya sangat berterimakasih banyak kepada teman-teman di Sumbawa yang sudah memberikan kesempatan untuk melihat langsung keindahan yang "terlewatkan" begitu saja oleh wisatawan, Sumbawa bukan hanya tentang Kenawa, Moyo dan Satonda. Suatu saat saya akan segera kembali melihat lebih dekat Tana Samawa yang masih tertidur lelap ini.

Satu kalimat gurauan dari Ega dan cocok bagi para petualang yang haus akan petualangan; "Jangan menjadi penonton di panggung sendiri." Bagi seluruh jiwa petualang segala penjuru Indonesia, jelajahi lah setiap jengkal daerah dan Indonesia kita, dan tunjukkan seberapa menarik dan mempesona daerah kita dan Indonesia kita dari diri kita sendiri, jangan selalu menjadi "pembuntut". Dan jangan menjelek-jelekkan atau membanding-bangingkan daerah mu dengan daerah lain, masing-masing punya ciri khas dan keindahan yang memikat, karena Tuhan menciptakan alam ini dengan penuh seni dan indah, tidak ada satupun tempat di muka bumi ini di ciptakan 'kembar', masing-masing berbeda dan indah dari segi pandang masing-masing individu, jagalah tanah kita dari kerusakan oleh tangan manusia sendiri, biarkan alam tetap bersama hukum alam. Berikut ada beberapa video hasil karya Ega dan BujangManPacker tentang alam Sumbawa yang bisa dilihat di link youtube berikut. Egaryan Saadi JM youtube channel.

Gugusan Pulau Keramat

Info :
- Untuk penginapan di Sumbawa ada terdapat beberapa hotel dan homestay di Kota Sumbawa Besar sedangkan di pulau-pulau tidak tersedia penginapan kecuali mau menumpang di rumah-rumah warga sekitar pesisir pulau Sumbawa.
- Untuk transportasi dari Kota Sumbaw Besar menuju ke destinasi-destinasi diatas bisa di bilang sangat minim kalau pun ada itu harus menumpang bus antar kabupaten dan hanya di turunkan di jalan raya dimana akses menuju ke pulau masih jauh, paling gampang yaitu sewa motor atau mobil dari Kota Sumbawa.
- Untuk transportasi kapal dari dan menuju ke pulau-pulau di atas, bisa menggunakan kapal-kapal nelayan di desa atau kecamatan yang dekat dengan pulau-pulau di atas, akan lebih baik jika Anda melaporkan diri terlebih dahulu di Kepala Desa setempat dan juga bisa meminta tolong Kepala Desa untuk mencarikan kapal dari warga nelayan setempat.
- Terdapat beberapa tempat penyewaan motor dan mobil di Kota Sumbawa Besar.
- Untuk mempermudah dan mendapatkan informasi lebih dalam tentang Sumbawa bisa langsung menghubungi teman-teman BujangManPacker di facebook Ega dan Yudhis
- Ingat! Jadilah traveler yang selalu menjaga kebersihan dimanapun Anda berada, jangan pernah membuang sampah sembarangan, ke pinggir jalan, ke laut, kemana-mana, bawalah pulang kembali sampah Anda ke Kota Sumbawa Besar dan buang di tempat sampah yang sudah di sediakan.

9 comments:

  1. Kak, untuk menempuh pulau-pulau di atas, apakah sudah ada operator kapal yang melayani rute tersebut?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk transportasi kapal dari dan menuju ke pulau-pulau di atas, bisa menggunakan kapal-kapal nelayan di desa atau kecamatan yang dekat dengan pulau-pulau yang akan dituju, akan lebih baik jika Anda melaporkan diri terlebih dahulu di Kepala Desa setempat dan juga bisa meminta tolong Kepala Desa untuk mencarikan kapal dari warga nelayan setempat.

      Delete
  2. Terima kasih sudah mengunjungi Sumbawa. Duuh, saya jadi iri soalnya saya sendiri yg penduduk lokal belum banyak mengeksplor keindahan alam daerah sendiri *jadwal kuliah masih menyiksa hiks. Ini jadi motivasi buat kita2 supaya lebih peduli lagi dengan potensi wisata yang dimiliki. Sering2 datang ke Sumbawa ya Mas :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mari jelajahi alam daerah sendiri.. Iya akan ke Sumbawa lagi :)

      Delete
  3. waah keren sekali! foto2nya itu lhoo..tetangga saya ini Kabupaten Sumbawa. terimakasih ulasan kerennya. saya juga sudah menulis panduan wisata kabupaten tetangganya Sumbawa. masih di pulau yang sama

    https://sangajigroup.wordpress.com/2015/05/04/dompu-tanah-sumpah-palapa-panduan-wisata/?preview=true&preview_id=84&preview_nonce=e484001f9a

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah ada perwakilan dari Dompu, keren bro...

      Delete
  4. Replies
    1. Raja Kepe kalau jodoh kita pasti bersua...

      Delete
  5. Keren articlenya. Boleh tanya kalau untuk snorkelling, underwater life lebih banyak di daerah Teluk Santong atau Bedil ya? Maklum, keterbatasan waktu, jadi tdk bisa mengunjungi semuanya :) Terimakasih sebelumnya.

    ReplyDelete

Bottom Ad [Post Page]